Indonesia Blogger, Blogger Indonesia – Link

Siang itu, matahari bersinar meledek dengan senyum yang terik, sentuhan tangannya memeras keringat orang-orang yang ada di terminal bus itu. Bus bus antar kota mulai masuk ke terminal berbaris rapi seperti sisiran buah pisang. Penumpang ramai lalu lalang, lebih mirip tumpukan ikan-ikan sarden di laut, berkumpul dan menyebar memadati sudut-sudut loket penjualan karcis.

Sementara calo-calo giat menggaet calon penumpang yang baru saja datang. Kadang menarik dengan kasar, kadang berdebat jika ada yang menanggapi dengan penolakan, bertanya “mau kemana?,” tidak peduli apapun respon calon penumpang itu mereka langsung mengantar mereka ke depan loket tempat penjual karcis. Sebetulnya mereka baik, tidak meminta sepeser pun uang dari calon penumpang, karena mereka telah mendapatkan dari penjual tiket di loket-loket, ada semacam kerja sama tidak tertulis di situ. Namun cara mereka yang kasar kadang bisa jadi masalah.

Di warung kopi di ujung terminal dua orang sahabat sedang asik, berkumpul. Warung pinggiran tempat para pekerja terminal memadati tiap-tiap bangkunya. Para calo, timer mikrolet, supir, kondektur, pengamen bahkan preman seolah tidak pernah absen di warung itu, warung pojok terminal milik si Jopran. Pelanggan biasa menyebut warung itu “WarJok Jopran”

Kedung, nampak asik dengan kopi hitamnya yang masih mengebul, sesekali ia memiringkan gelas dan kopi mengalir dari sisinya ke dalam piring kecil tatakannya, meniupnya perlahan dan menyeruputnya pelan-pelan.

“Dung,” Yulman berucap, ketika kopi di minum Kedung dan mengecap-ngecap tanda nikmat. “Napa boss!,” sambil meririk Yulman. “ Berapa luh dapet hari ini, gua denger nyayur luh, ibu-ibu tua luh embat dompetnya, wah mantep, bayarin nih gua punya kopi”, di sertai cengiran khas Yulman.

lanjut baca cerpen blogger ~ Sekolah Copet →